Rabu, 04 Maret 2015

Batu Sarang Tawon


 
 
 
 
 
 
Rate This

image
Batu Sarang Tawon warna biru.
Sejak harga karet turun setahun terakhir, sebagian besar masyarakat di Kecamatan Rupit dan Karangjaya, Kabupaten Musirawas Utara (Muratara) memilih bekerja sebagai penambang batu sarang tawon. Dari hasil penjualan batu itu, rata- rata mereka bisa mengumpulkan uang Rp 2,5 juta dalam seminggu.
image
Dua orang pengepul menyortir batu sarang tawon yang dibeli dari penambang di Kecamatan Rupit, Muratara, Selasa (14/10/2014). Setelah disortir, batu tersebut dipisahkan berdasarkan kualitasnya untuk dikirim ke Pulau Jawa.

Batu sarang tawon adalah jenis batu alam yang mempunyai serat warna dan karakter khas, unik dan eksotik. Batu ini memiliki beragam warna, ada merah, kuning, putih, dan kebiruan. Motif bunga yang menyerupai sarang lebah atau tawon menjadi ciri khas utama batu ini. Selain cincin, batu ini juga bisa dibuat perhiasan lainnya. (Baca juga: 9 Skenario Kiamat Versi Ilmuwan.
image
Seorang pekerja penanmbang batu sarang tawon tengah mengambil material dari dalam sumuran yang digali untuk mendapatkan batu sarang tawon di Kecamatan Rupit, Muratara.
Menambang batu sarang tawon sebenarnya bukan hal baru bagi sebagian masyarakat di Muratara. Beberapa sudah ada sejumlah warga yang mencari batu untuk dijual dan dijadikan perhiasan sejak puluhan tahun lalu. Namun karena harganya masih murah dan pasarnya hanya di kalangan pengrajin lokal saja, tidak banyak warga yang tertarik.
Berbeda dengan saat ini, batu sarang tawon yang diburu warga harga jualnya cukup menjanjikan, yakni Rp 7 ribu per kilogram untuk kualitas biasa dan bisa mencapai Rp 15 ribu untuk kualitas super. Sementara di sisi lain, harga karet yang selama ini menjadi andalan masyarakat di sana dinilai sangat murah.
image
“Hampir 75 persen masyarakat di sini sudah beralih pekerjaan menjadi penambang batu. Sementara ini karet tidak bisa diandalkan. Mana harganya murah,” kata Buchori (38), salah seorang penambang batu sarang tawon yang ditemui di lokasi penambangan, Desa Tanjungberingin, Kecamatan Rupit.
Desa tersebut termasuk salah satu lokasi tambang terbesar di sana. Dari Rupit yang saat ini menjadi ibukota Kabupaten Muratara jaraknya sekitar 20 Km atau 60 Km dari Kota Lubuklinggau. Karena jalannya sempit, akses ke lokasi penambangan hanya bisa ditempuh menggunakan sepeda motor.
image
Di lokasi penambangan, Buchori bersama sejumlah penambang lainnya tidak hanya mencari batu di permukaan tanah. Mereka bahkan menggali lubang hingga menyerupai sumur dengan kedalam sekitar 3 sampai 4 meter. Dalam upaya mencari batu itu, umumnya para penambang membentuk kelompok-kelompok yang terdiri dari tiga atau empat orang.
image
“Rata-rata satu kelompok itu empat orang. Sulit kalau bekerja sendiri, karena harus menggali dan menaikkan batu menggunakan tali atau derek,” ujar Buchori.
Dia menjelaskan, dalam seminggu kelompoknya bisa mendapatkan 1 ton batu. Setelah terkumpul, batu diangkut menggunakan motor untuk dijual ke pengepul. Menurut Buchori, di tingkat pengepul, batu-batu itu di cuci dan disortir berdasarkan kualitasnya, lalu ditimbang.
“Nah nanti batu itu dibawa menggunakan truk ke Pulau Jawa seperti Jakarta dan Sukabumi. Kemudian diekspor ke Taiwan, Korea bahkan Jepang,” katanya.
image
Sebelumnya, pencarian batu hanya dilakukan di sungai. Dia sendiri, awalnya tidak sengaja menusukkan tojok (semacam tongkat terbuat dari besi sebesar jari dengan panjang sekitar satu meter) ke tanah milik salah seorang warga. Tojok itu membentur benda keras. Setelah digali, ternyata batu sarang tawon.
“Saya ambil dan saya jual Rp 11 ribu per kilogram. Sejak itulah banyak yang menggali tanah untuk cari batu,” katanya.
Dalam sehari, dia dan tiga rekannya mendapatkan batu rata-rata Rp 500 kilogram. Jika sedang beruntung, dia bahkan mampu mengumpulkan Rp 800 ribu per hari.
“Cari batu ini juga untung-untungan. Kalau lagi beruntung dapat banyak dan menggali pun tak perlu terlalu dalam. Pernah kami menggali sampai empat meter baru mendapat batu. Biasanya dua meter sudah ketemu,” katanya.
Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Rupit, menjadi salah satu lokasi penambangan batu sarang tawon di Kabupaten Musirawas Utara (Muratara). Saat ini, warga yang membentuk kelompok-kelompok kecil memanfatkan tanah atau lahan milik seorang warga. Satu orang penambang dikenakan biaya sewa Rp 10 ribu untuk masa waktu sehari semalam (24 jam).
Jakso, salah seorang pemilik lahan mengungkapkan, ada ratusan orang yang mencari batu di lahan seluas dua hektare miliknya. Namun yang dimanfaatkan sampai saat ini baru sekitar separuhnya. Dia menyebutkan, hingga sekarang, batu sarang tawon yang sudah berhasil digali dan diangkat keluar tidak kurang dari 80 ton.
Selain mendapat penghasilan dari para pemburu batu yang menyewa lahan, Jakso juga mengaku medapat persenan dari pengepul. Untuk satu kilogram batu yang diangkut dari lahannya dan dijual ke pengepul-pengepul, ia mendapatkan Rp 500 per kilogram. “Dari pembeli batu saya, saya dapat Rp 500 perkilo,” ujar Jakso.

sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar